Kamis, 12 Januari 2012

Maulud Nabi dalam Tinjauan Sejarah ! & Pro -Kontra Maulid Nabi

oleh :Ust. Ammi Nur Ba’its

oleh :Ust. Ammi Nur Ba’its
Tanggal 12 rabi’ul awal telah menjadi salah satu hari istimewa bagi sebagian kaum muslimin. Hari ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah penyempurna, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Perayaan dengan berbagai acara dari mulai pengajian dan dzikir jama’ah sampai permainan dan perlombaan digelar untuk memeriahkan peringatan hari yang dianggap istimewa ini. Bahkan ada di antara kelompok thariqot yang memperingati maulid dengan dzikir dan syair-syair yang isinya pujian-pujian berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Mereka meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang mulia akan datang di puncak acara maulid. Oleh karena itu, pada saat puncak acara pemimpin thariqot tersebut memberikan komando kepada peserta dzikir untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan ruh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang hanya diketahui oleh pemimpin thariqot.

Sungguh aqidah semacam ini sama persis dengan aqidah orang-orang hindu yang meyakini bangkitnya roh leluhur. Namun sayangnya sebagian kaum muslimin menganggap hal ini sebagai bentuk ibadah. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un, kesesatan mana lagi yang lebih parah dari kesesatan ini…
Kapankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan?
Pada hakekatnya para ahli sejarah berselisih pendapat dalam menentukan sejarah kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, terutama yang terkait dengan bulan, tanggal, hari, dan tempat di mana Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan.
Pertama: Bulan kelahiran
Pendapat yang paling masyhur, beliau dilahirkan di bulan Rabi’ul Awal. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Bahkan dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai kesepakatan ulama.
Namun di sana ada sebagian yang berpendapat bahwa beliau dilahirkan di bulan safar, Rabi’ul Akhir, dan bahkan ada yang berpendapat beliau dilahirkan di bulan Muharram tanggal 10 (hari Asyura). Kemudian sebagian yang lain berpendapat bahwa beliau lahir di bulan Ramadlan. Karena bulan Ramadlan adalah bulan di mana beliau mendapatkan wahyu pertama kali dan diangkat sebagai nabi. Pendapat ini bertujuan untuk menggenapkan hitungan 40 tahun usia beliau shallallahu ‘alahi wa sallam ketika beliau diangkat sebagai nabi.
Kedua: Tanggal kelahiran
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Mulim bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin. Kemudian beliau menjawab: “Hari senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan peryama kali aku mendapat wahyu.” Akan tetapi para ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal berapa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dilahirkan. Di antara pendapat yang disampaikan adalah: Hari senin Rabi’ul Awal (tanpa ditentukan tanggalnya), tanggal 2 Rabi’ul Awal, tanggal 8, 10, 12, 17 Rabiul Awal, dan 8 hari sebelum habisnya bulan Rabi’ul Awal.
Pendapat yang lebih kuat
Berdasarkan penelitian ulama ahli sejarah Muhammad Sulaiman Al Mansurfury dan ahli astronomi Mahmud Basya disimpulkan bahwa hari senin pagi yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571, hari senin tersebut bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal. (Ar Rahiqum Makhtum).
Tanggal kematian
Para ulama ahli sejarah menyatakan bahwa beliau meninggal pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H dalam usia 63 tahun lebih empat hari.
Satu catatan penting yang perlu kita perhatikan dari dua kenyataan sejarah di atas. Antara penentuan tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan tanggal kematian beliau shallallahu ‘alahi wa sallam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para ulama tidak banyak memberikan perhatian terhadap tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Karena penentuan kapan beliau dilahirkan sama sekali tidak terkait dengan hukum syari’at. Beliau dilahirkan tidak langsung menjadi nabi, dan belum ada wahyu yang turun di saat beliau dilahirkan. Beliau baru diutus sebagai seorang nabi di usia 40 tahun lebih 6 bulan. Hal ini berbeda dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seolah para ulama sepakat bahwa hari wafatnya beliau adalah tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Hal ini karena kematian beliau berhubungan dengan hukum syari’at. Kematian beliau merupakan batas berakhirnya wahyu Allah yang turun. Sehingga tidak ada lagi hukum baru yang muncul setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alahi wa sallam.
Maka jika ada pertanyaan, tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih dekat sebagai tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ataukah tanggal kematian Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam?? Orang yang bisa memahami sejarah akan mengatakan bahwa tanggal 12 Rabi’ul Awal itu lebih dekat pada hari kematian Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Karena dalam masalah tanggal kelahiran para ulama ahli sejarah berselisih sementara dalam masalah kematian tidak ditemukan adanya perselisihan.
Setelah kita memahami hal ini, bisa kita tarik kesimpulan bahwa tanggal 12 Rabi’ul Awal yang diperingati sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada hakekatnya lebih dekat pada peringatan hari kematian Nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam. Oleh karena itu, sikap sebagian besar kaum muslimin yang selama ini memperingati hari maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sebenarnya mirip dengan tindakan kaum nasrani dalam memperingati tanggal 25 Desember. Mereka beranggapan bahwa itu adalah tanggal kelahiran Yesus padahal sejarah membuktikan bahwa Yesus tidak mungkin dilahirkan di bulan Desember. Dengan alasan apa lagi kita hendak merayakan 12 Rabi’ul Awal sebagai peringatan maulid??
Sejarah munculnya peringatan maulid
Disebutkan para ahli sejarah bahwa kelompok yang pertama kali mengadakan maulid adalah kelompok Bathiniyah, yang mereka menamakan dirinya sebagai bani Fatimiyah dan mengaku sebagai keturunan Ahli Bait (keturunan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam). Disebutkan bahwa kelompok batiniyah memiliki 6 peringatan maulid, yaitu maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maulid Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, maulid Fatimah, maulid Hasan, maulid Husain dan maulid penguasa mereka. Daulah Bathiniyah ini baru berkuasa pada awal abad ke-4 H. Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam baru muncul di zaman belakangan, setelah berakhirnya massa tiga abad yang paling utama dalam umat ini (al quruun al mufadholah). Artinya peringatan maulid ini belum pernah ada di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat, tabi’in dan para Tabi’ tabi’in. Al Hafid As Sakhawi mengatakan: “Peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam belum pernah dinukil dari seorangpun ulama generasi terdahulu yang termasuk dalam tiga generasi utama dalam islam. Namun peringatan ini terjadi setelah masa itu.”
Pada hakekatnya, tujuan utama daulah ini mengadakan peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dalam rangka menyebarkan aqidah dan kesesatan mereka. Mereka mengambil simpati kaum muslimin dengan kedok cinta ahli bait Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. (Dhahiratul Ihtifal bil Maulid An Nabawi karya Abdul Karim Al Hamdan)
Siapakah Bani Fatimiyah
Bani Fatimiyah adalah sekelompok orang Syi’ah pengikut Ubaid bin Maimun Al Qoddah. Mereka menyebut dirinya sebagai bani Fatimiyah karena menganggap bahwa pemimpin mereka adalah keturunan Fatimah putri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Meskipun aslinya ini adalah pengakuan dusta. Oleh karena itu nama yang lebih layak untuk mereka adalah Bani Ubaidiyah bukan Bani Fatimiyah. Kelompok ini memiliki paham syi’ah rafidhah yang menentang ahlu sunnah, dari sejak didirikan sampai masa keruntuhannya. Berkuasa di benua Afrika bagian utara selama kurang lebih dua abad. Dimulai sejak keberhasilan mereka dalam meruntuhkan daulah Bani Rustum tahun 297 H dan diakhiri dengan keruntuhan mereka di tangan daulah Salahudin Al Ayyubi pada tahun 564 H. (Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Daulah Fatimiyah ini memiliki hubungan erat dengan kelompok syi’ah Al Qaramithah Bathiniyah. Perlu diketahui bahwa Kelompok Al Qaramithah Bathiniyah ini memiliki keyakinan yang sangat menyimpang dari ajaran islam. Diantaranya mereka hendak menghilangkan syariat haji dalam agama islam. Oleh karena itu, pada musim haji tahun 317 H kelompok ini melakukan kekacauan di tanah haram dengan membantai para jama’ah haji, merobek-robek kain penutup pintu ka’bah, dan merampas hajar aswad serta menyimpannya di daerahnya selama 22 tahun. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir).
Siapakah Abu Ubaid Al Qoddah
Nama aslinya Ubaidillah bin Maimun, kunyahnya Abu Muhammad. Digelari dengan Al Qoddah yang artinya mencolok, karena orang ini suka memakai celak sehingga matanya kelihatan mencolok. Pada asalnya dia adalah orang yahudi yang membenci islam dan hendak menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Dia menanamkan aqidah batiniyah. Dimana setiap ayat Al Qur’an itu memiliki makna batin yang hanya diketahui oleh orang-orang khusus diantara kelompok mereka. Maka dia merusak ajaran islam dengan alasan adanya wahyu batin yang dia terima dan tidak diketahui oleh orang lain. (Al Ghazwul Fikr & Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Dia adalah pendiri dan sekaligus orang yang pertama kali memimpin bani Fatimiyah. Pengikutnya menggelarinya dengan Al Mahdi Al Muntadhor (Al Mahdi yang dinantikan kedatangannya). Berasal dari Iraq dan dilahirkan di daerah Kufah pada tahun 206 H. Dirinya mengaku sebagai keturunan salah satu ahli bait Ismail bin Ja’far As Shadiq melalui pernikahan rohani (nikah non fisik). Namun kaum muslimin di daerah Maghrib mengingkari pengakuan nasabnya. Yang benar dia adalah keturunan Said bin Ahmad Al Qoddah. Dan terkadang orang ini mengaku sebagai pelayan Muhammad bin Ja’far As Shodiq. Semua ini dia lakukan dalam rangka menarik perhatian manusia dan mencari simpati umat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak diantara orang-orang bodoh daerah afrika yang membenarkan dirinya dan menjadikannya sebagai pemimpin. (Al Bidayah wan Nihayah karya Ibn Katsir & Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).


Sikap para ulama terhadap Bani Ubaidiyah (Fatimiyah)
Para ulama ahlus sunnah telah menegaskan status kafirnya bani ini. Karena aqidah mereka yang menyimpang. Para ulama menegaskan tidak boleh bermakmum di belakang mereka, tidak boleh menshalati jenazah mereka, tidak boleh adanya hubungan saling mewarisi di antara mereka, tidak boleh menikah dengan mereka, dan sikap-sikap lainnya sebagaimana yang selayaknya diberikan kepada orang kafir. Diantara ulama Ahlus Sunnah yang sezaman dengan mereka dan secara tegas menyatakan kekafiran mereka adalah As Syaikh Abu Ishaq As Siba’i. Bahkan beliau mengajak untuk memerangi mereka. Syaikh Al Faqih Abu Bakr bin Abdur Rahman Al Khoulani menceritakan:
“Syaikh Abu Ishaq bersama para ulama lainnya pernah ikut memerangi bani Aduwillah (Bani Ubaidiyah) bersama bersama Abu Yazid. Beliau memberikan ceramah di hadapan tentara Abu Yazid: ‘Mereka mengaku ahli kiblat padahal bukan ahli kiblat, maka kita wajib bersama pasukan ini yang merupakan ahli kiblat untuk memerangi orang yang bukan ahli kiblat (yaitu Bani Ubaidiyah)…’”
Diantara ulama yang ikut berperang melawan Bani Ubaidiyah adalah Abul Arab bin Tamim, Abu Abdil Malik Marwan bin Nashruwan, Abu Ishaq As Siba’i, Abul Fadl, dan Abu Sulaiman Rabi’ Al Qotthan. (Ad Daulah Al Fathimiyah karya Ali Muhammad As Shalabi).
Setelah kita memahami hakekat peringatan maulid yang sejatinya digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan aqidah kekafiran bani Ubaidiyah…akankah kita selaku kaum muslimin yang membenci mereka melestarikan syi’ar orang-orang yang memusuhi ajaran Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam?? Perlu kita ketahui bahwa merayakan maulid bukanlah wujud cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Bukankah para sahabat, ulama-ulama Tabi’in, dan Tabi’ Tabi’in adalah orang-orang yang paling mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Namun tidak tercatat dalam sejarah bahwa mereka merayakan peringatan maulid. Akankah kita katakan mereka tidak mencintai Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Seorang penyair mengatakan:
Jika cintamu jujur tentu engkau akan mentaatinya…
karena orang yang mencintai akan taat kepada orang yang dia cintai
Cinta yang sejati bukanlah dengan merayakan hari kelahiran seseorang… namun cinta yang sejati adalah dibuktikan dengan ketaatan kepada orang yang dicintai. Dan bagian dari ketaatan kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak beliau ajarkan.
Wallahu Waliyyut Taufiq
Penyusun: Ust. Ammi Nur Ba’its
Artikel KisahMuslim.com




Maulid Nabi, antara Pro dan Kontra

Mendekati tanggal 12 rabi’ul awal 1433 H (5 februari 2012) banyak sekali Pro dan Kontra tentang perayaan maulid, di media yang sederhana ini saya mencoba mengupas secara sederhana tentang pro kontra tersebut dengan bijak, memberi solusi sederhana  tanpa menggurui apalagi mencaci pendapat Salafusshalih –wal ‘iyadzu billah
Tanggal 2 agustus 570 Masehi bertepatan dengan hari senin tanggal 12 rabi’ul awal tahun gajah lahirlah seorang bayi dari rahim Aminah binti wahab dari sulbi Abdullah bin abdul muthalib. Bayi Quraisy ini di beri nama Muhammad. Sekte Syiah mempercayai bahwa Nabi Muhammad di lahirkan pada hari jum’at tanggal 17 rabi’ul awal, beberapa ahli hadis berpendapat Muhammad lahir pada tanggal 9 rabi’ul awal. Kesemuanya ini adalah ijitihad dan pedapat para ulama salaf dan khalaf. Karena Rasulullah tidak pernah menyebutkan tanggal berapa beliau lahir, beliau hanya menyebutkan hari dimana beliau lahir.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari RA bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab, “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR Muslim)
Sebelum saya membahas lebih dalam dan merincikan pendapat para ulama tentang perayaan Maulid, perlu di ketahui bahwa permasalahan perayaan maulid nabi besar Muhammad SAW adalah permasalahan furu’iyyah (cabang) dan bukan masalah pokok, dan hal ini sangat sering terjadi di kalangan umat. Yang harus di fahami dari permasalahan furu’iyyah adalah jangan saling menyalahkan apalagi mencaci ulama yang berpendapat di permasalahan tsb, jikalau sebagian dari mereka mengatakan bahwa maulid itu bid’ah maka kita harus menghormati begitupun jika ada sebagian dari ulama membolehkan perayaan maulid.
Ada dua pendapat tentang perayaan Maulid :
  1. Perayaan Maulid hukumnya bid’ah, diantara para ulama yang mebid’ahkan antara lain : Syekh sholeh ibn ‘utsaimin, Syeikh Albani, Ibn baz maupun ulama salafiy (atau biasa di sebut wahabi) lainnya. karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut pernah di lakukan oleh Rasulullah, atau di anjurkan langsung.  Hal ini pun tidak pernah di lakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW (Sabdanya : ‘alaikum bisunnati, wa sunnatil khulafaurrasyidiina mimba’di…) Berpeganglah kalian kepada sunnah-sunnahku dan sunnah-sunnah khulafa Ar-rasyidin
Diantara Dalil-Dalil pengharaman maulid :
  1. Hadis Nabi SAW :  “Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya adalah di neraka”
  2. Hadis Nabi SAW : “Barang siapa yang membuat sesuatu yang baru di dalam urusan kami (dalam hal ini agama) apa yang tidak darinya, maka amalan tersebut tertolak”
  3. Qiyas : Perayaan maulid seperti perayaan kelahiran yesus kristus setiap tanggal 25 desember yang  selalu di rayakan oleh umat kristiani
  4. Perayaan maulid tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah SAW maupun para Sahabatnya
Syekh Muhammad bin sholeh al’utsaimin berkata di majmu fatawa (kumpulan fatwa) beliau : “Dalam bid’ah-bid’ah maulid Nabi yang terjadi setelah berlalunya tiga generasi mulia, yaitu para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in- terdapat pula kemungkaran yang dilakukan oleh orang-orang yang merayakannya, yang bukan dari pokok ajaran dien. Terlebih lagi terjadinya ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan. Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain”.
  1. Perayaan Maulid hukumnya adalah boleh (bersyarat). Diantara ulama salaf dan khalaf yang membolehkan adalah : ibn Hajar Al’asqalani, imam Jalaluddin As-Suyuthi, Dr. Yusuf Qardhawi dan beberapa ulama kontemporer lainnya.
Diantara Dalil-dalil yang membolehkan Maulid :
  1. Katakanlah (Muhammad), sebab keutamaan dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian. (QS Yunus, 58)
Ayat ini mengarahkan kita untuk bergembira (tapi tidak yang berlebihan)
  1. Qiyas : cerita tentang pembebasan budak tsuwaibah oleh abu lahab karena memberi kabar tentang kelahiran Rasulullah SAW. Pada suatu ketika Abbas bin Abdul Muthalib bermimpi tentang abu lahab, lalu beliau bertanya tentang kondisinya? Lalu abu lahab menjawab : Aku tidak menemui kebaikan sedikit pun, kecuali tatkala aku memerdekakan hambaku Tsuwaibah. Hal inilah yang meringankanku dari siksaan setiap hari senin (diriwayatkan oleh Imam bukhari dan ibn hajar al’asqalani) kalau seorang yang kafir saja diringankan siksaannya karena bergembira di hari kelahiran Rasulullah SAW, apalagi muslim?
  2. Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. al-Anbiya : 107)
Sebagian Perkataan Para ulama tentang perayaan maulid :
A. Sekitar lima abad yang lalu Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H – 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi :
“Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab: Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca Al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia”. (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, hal 251-252)
B. Ibn Taimiyyah (Guru ibn Qayyim Aljauzi) berkata : “Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW akan diberi pahala. Begitulah yang dilakukan oleh sebagian orang. Hal mana juga di temukan di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam juga dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW. Dan Allah SWT akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan”. (Manhaj as-Salaf li Fahmin Nushush Bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 399)
DR. Yusuf Qardhawi adalah salah satu ulama yang membolehkan perayaan maulid akan tetapi beliau tidak membenarkan jika perayaan tersebut diisi dengan hura-hura, berunsurkan syirik, iktilath (campur) antara lelaki dan perempuan, mubazir makanan dan harta, berkurban untuk alam, berdesak-desakan sehingga menyebabkan bentrok, dan hal-hal lainnya yang bertentangan dengan syariat. Namun jika, peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah SAW, mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah swt tegaskan sebagai rahmatan lil’alamin.
Ketika acara maulid seperti demikian, alasan apa masih disebut dengan bid’ah? Pernyataan beliau yang dimuat dalam media online pribadi beliau itu juga ditambahkan: “Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan.
Untuk mereka yang membid’ahkan dan mengharamkan maulid harus mengetahui ada di Negara mana mereka berada?  Jika berada di Indonesia (contohnya) yang mayoritas penduduknya merayakan maulid lalu tiba-tiba mereka membid’ah-bid’ahkan orang-orang yang merayakan maulid dengan dalih berda’wah , apa yang akan terjadi? Umat pun akan lari dari dakwahnya  akan tetapi jika mereka meng-ishlah dari dalam dengan cara membenarkan cara perayaan maulid yang tidak bertentangan dengan syariat, bukankah lebih baik?
Sebaliknya jika mereka berada di Saudi Arabia atau Negara-negara yang mayoritas penduduknya tidak merayakan dan pemerintahnya pun melarang, ya sebaiknya jangan di lakukan. Ini yang di namakan fahmu maydan Adda’wah (atau memahami lapangan da’wahnya) Sesungguhnya da’wah itu hangat dan memberi kehangatan kepada orang-orang yg terpanggil untuk selalu berada di jalanNya.
Saya teringat perkataan salah satu ulama mekkah Syaikh Muhammad bin ‘alawi Al-maliki di kitab (Mafahim yajibu an tusahhah 224-226) beliau berkata : “Sesungguhnya perkumpulan (Maulid) ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da’i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad SAW. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala’ (ujian), bid’ah, kejahatan dan berbagai fitnah”.
Yang harus dan perlu di ingat pula perayaan maulid ini adalah salah satu sarana pengingat kita agar terus menghidupkan sunnah-sunnahnya dan menjauhi apa yang di larang Allah dan rasulNya, menghadiri perayaan maulidpun bukan tolak ukur kecintaan kita kepada Rasulullah SAW akan tetapi sepulang dari acara tsb kita bisa selalu mengingat dan mengamalkan apa-apa yang sudah kita dapati di Seminar/Perayaan Maulid tadi, dan membuat Rasulullah SAW bangga kepada kita
Ketahuilah kawan, kecintaan kita kepada Rasulullah SAW adalah wajib, akan tetapi tidak cukup hanya kecintaan semata, lebih dari itu beliau harus lebih anda cintai melebihi segala sesuatu termasuk diri kita sendiri.  Barang siapa yang mencintai sesuatu maka ia akan mengutamakannya dan berusaha menirunya.
“Keta’atan dan Ittiba’ (sikap mengikuti) adalah buah dari Mahabbah (rasa cinta) dan tanpa keduanya cinta tidaklah benar”.
Wallahu ‘alam bisshowab
oleh: Idrus Salim Al Jufri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perselisihan Ulama Mengenai Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Di antara kemudahan da...